Mentok, Bangka Belitung – Penangkapan dua kolektor timah ilegal, Aldi Lesmana (28) dan Aries (41), pada Jumat malam (5/12/2025) di Mentok, Bangka Barat, telah memicu gelombang kecurigaan publik terhadap integritas Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas pertambangan ilegal. Alih-alih meredam aktivitas ilegal, penangkapan ini justru menguatkan dugaan adanya oknum Satgas yang menjadi beking jaringan timah gelap di Bangka Belitung, khususnya di perairan Keranggan dan Tembelok.
Informasi yang beredar melalui percakapan aplikasi pesan singkat juga mengindikasikan adanya aktivitas "ngelobi" hingga larut malam, dengan timah yang diduga dibawa keluar dari gudang menggunakan mobil Kijang kapsul bernomor polisi BN 1757. Dalam percakapan tersebut, nama "Bos Dayat" kembali disebut-sebut, mengindikasikan keterlibatan pihak tertentu dalam aktivitas ini. Selain itu, terdapat informasi mengenai investasi rumah oleh Bos Dayat di wilayah Mentok.
Menurut warga setempat, lima karung pasir timah yang disita dari Aldi dan Aries berasal dari ponton ilegal di kawasan Keranggan–Tembelok, yang dikenal sebagai jantung perdagangan timah gelap. Keduanya dianggap hanya pion kecil dalam jaringan yang terkait dengan figur misterius bernama Bos Dayat, nama yang kerap muncul dalam berbagai investigasi masyarakat.
“Aldi dan Aries itu orang-orangnya Bos Dayat. Yang ribut itu karena katanya mereka dibekingi oknum Satgas. Makanya mereka berani bebas,” ujar MA (40), seorang warga Mentok yang menyaksikan penangkapan tersebut.
Satgas Diduga Gagal Memberantas Tambang Ilegal, Justru Menata Ulang Jaringan?
Sejumlah warga pesisir mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal justru semakin masif sejak Satgas terjun ke lapangan. Hal ini memunculkan dugaan kuat bahwa kehadiran Satgas tidak lagi bertujuan menertibkan, melainkan menata ulang siapa yang boleh menambang dan siapa yang tidak.
Seorang nelayan yang meminta identitasnya dirahasiakan mengatakan, “Sebelum Satgas masuk, mereka itu sembunyi-sembunyi. Setelah Satgas masuk, kerja siang bolong.” Ia juga mengaku beberapa kali melihat orang berseragam mengawasi proses penurunan pasir timah dari kapal ke darat.
Mantan aparat yang kini tinggal di pesisir juga menyampaikan hal serupa, “Di negara ini, Satgas sering dibentuk untuk menyelesaikan masalah. Tapi kadang, Satgas justru menciptakan masalah baru: monopoli kekuasaan.”
Pola Operasi Terstruktur: Negara Hadir untuk Mengatur Giliran Mencuri?
Warga menggambarkan pola operasi yang terstruktur dan terorganisir: ponton masuk malam hari, pasir diturunkan pada jam-jam tertentu, ada pengawas berseragam, kapal-kapal melintas tanpa rasa takut, dan jalur setoran berjalan mulus. Seolah-olah negara hadir bukan untuk menertibkan, tapi untuk mengatur giliran siapa yang boleh mencuri.
Bos Dayat: Figur Misterius yang Tak Tersentuh Hukum, Pengendali Aliran Timah Ilegal
Dalam empat bulan investigasi, satu nama yang tidak pernah hilang dari tutur warga adalah Bos Dayat. Figur ini tidak pernah tampil di publik, tidak memiliki kantor atau izin usaha, dan tidak terdaftar di konsesi. Namun, semua orang tahu bahwa aliran pasir timah ilegal bergerak mengikuti orbitnya.
Warga menggambarkannya dengan pola kalimat yang hampir identik: “Dia bukan penambang. Dia bukan kolektor biasa. Dia orang yang punya orang. Kalau dia kerja, yang lain minggir.”
Dua Pemerintahan di Bangka Belitung: Pemerintah Resmi vs Pemerintah Bayangan
Kondisi ini seolah menggambarkan adanya dua pemerintahan di Bangka Belitung: pemerintah resmi dengan aturan dan Satgas, serta pemerintah bayangan dengan ponton, kolektor, dan jaringan gelap. Ironisnya, pemerintah bayangan tampak lebih konsisten menjalankan “kebijakan”-nya.
Selain itu, terungkap pula informasi mengenai perubahan kebijakan terkait mitra PT Timah, di mana saat ini hanya badan usaha dan koperasi yang diperbolehkan menjadi mitra, bukan lagi perorangan individu. Perubahan ini menimbulkan pertanyaan apakah kebijakan ini efektif dalam memberantas praktik ilegal atau justru membuka celah baru bagi jaringan gelap untuk beroperasi.
Kerusakan Lingkungan dan Kekecewaan Masyarakat: Laut Tercemar, Hukum Tak Tegak
Laut di pesisir Mentok kini berubah warna menjadi coklat keruh penuh sedimen. Seorang nelayan tua dengan wajah setua sejarah pulau ini berkata lirih, “Kami bukan marah sama penambang. Kami marah sama yang pura-pura menegakkan hukum, tapi malah melindungi yang salah.”
Penangkapan Aldi dan Aries dianggap sebagai penertiban kosmetik, pembersihan permukaan, dan tebas dua ranting, bukan akarnya. Sementara itu, pemodal, penyedia ponton, operator besar, dan oknum aparat yang diduga menjadi pengawas bayangan dibiarkan tumbuh subur.
Pertanyaan yang Belum Terjawab: Negara Bekerja atau Berpura-pura?
Hingga laporan ini diterbitkan, polisi belum menjelaskan struktur jaringan, Satgas belum memberikan klarifikasi, dugaan beking tidak dibantah, dan nama Bos Dayat masih beterbangan di udara seperti bau minyak solar dari ponton yang baru pulang kerja.
Masyarakat pesisir bertanya: Apakah negara sungguh bekerja? Atau negara hanya berpura-pura bekerja sementara jaringan gelap menambang masa depan Bangka Belitung?
Investigasi ini menunjukkan bahwa dua kolektor hanyalah tumbal, struktur besar tidak disentuh, dan air laut lebih cepat membongkar kebohongan daripada aparat. Bangka Belitung tidak kekurangan aturan, tetapi kekurangan keberanian negara untuk bercermin.
Malam penangkapan itu, yang menang bukanlah hukum, bukan Satgas, bukan negara. Yang menang adalah bayangan. Bayangan yang punya nama, punya jaringan, dan sampai hari ini tak pernah tersentuh.
Pihak berwenang diharapkan segera menindaklanjuti informasi ini untuk memberantas aktivitas penambangan ilegal dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum sangat dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan publik dan melindungi masa depan Bangka Belitung dari praktik-praktik ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Tip: Rilis berita ini disempurnakan dengan menggabungkan informasi dari berbagai sumber, memperdalam analisis, dan menyoroti pertanyaan-pertanyaan kunci yang belum terjawab. Penambahan detail mengenai percakapan aplikasi pesan singkat dan perubahan kebijakan mitra PT Timah juga memperkaya narasi dan memberikan konteks yang lebih luas.(Red)

